Jumat, 23 Desember 2011

I'M ALONE HERE... I NEED A FRIEND

   Senja telah datang menyambut sang mentari untuk kembali ke peraduannya. Terdengar nyanyian perpisahan burung-burung dengan perpaduan suara yang merdu. Belaian angin menari dengan lemah gemulai untuk menebarkan pesonanya. Sungguh indah pemandangan desain milik Tuhan. PenciptaanNya yang amat sempurna dengan bermacam-macam pluralisme tergambar dengan dahsyatnya. Yah, melukiskan gambaran kuasaNya memang tak cukup hanya dengan goresan tinta di atas putih belaka.     Adli Azmi. Nama anak itu sungguh bagus dan mudah diingat. Seorang murid baru SMPN 3 BINA REMAJA BANDUNG yang berhijrah dari Kota Medan tersebut merupakan anak yang baik hati, supel, dan cukup pintar. Namun sayang, hanya karena sebuah tagedi tragis yang sebenarnya masih klise membuat anak itu jadi sosok misterius yang dipertanyakan. Teman-temannya banyak yang menjauh darinya, dan bagi Adli itu terasa seperti permata yang dibuang dalam lumpur hitam yang tercampur oleh kotoran hewan dan terinjak-injak oleh kaki. Dan semenjak tragedi itulah, ia juga dijauhi oleh Arya, sahabatnya. Tak ada yang peduli lagi .. They don’t care again with Adli .. So, it’s make Adli to be a lonely boy ..
>>>
Senin pagi yang cerah, awal masuk tahun ajaran baru ...
Bel berdenting seirama kegelisahan para siswa mengarungi langkah demi langkah menuju kelas masing-masing. Tampak seorang anak berumur sekitar 14 tahun-an diantar ayahnya menuju gedung sekolah. Sebelumnya mereka menuju ruang guru piket untuk meminta informasi tentang sekolah lebih lanjut.  Senyuman bahagia terlukis dalam raut wajah seorang ayah dan anak tersebut. Anak laki-laki berpostur tinggi itu seolah-olah tak sabar merasakan rona suka dan duka di sekolah barunya ini. “Nak, hari ini hari pertama sekolahmu. Selamat menempuh perjalanan barumu di kelas 8 ini dan jaga kelakuanmu.” Si ayah pun memberi pesan kepada anaknya tersebut. “Iya ayah, Adli akan berusaha dalam menuntut ilmu di sekolah ini.”  Adli berjalan dengan riang mencari ruang kelas barunya di kelas VIII-C. Sebelumnya tadi diadakan upacara bendera menyambut tahun ajaran baru dan Adli diizinkan untuk tidak ikut upacara di hari pertamanya itu. Ternyata di dalam kelas sudah ada wali kelas. Langkah demi langkah Adli pun memasuki ruang kelas ber-AC tersebut. Ketika kata salam terucap dari mulutnya, serentak seluruh penghuni kelas menjawab salam Adli. “Wa’alaikum salam.. Adli, sini nak. Kami sudah menunggumu. Silakan duduk di bangku tengah dekat Arya.” “Iya bu, terima kasih.” Jawabku singkat. Ketika aku menuju bangku di samping Arya, semua pandangan tertuju padaku. Seolah-olah aku menjadi center of attention. Kutundukkan kepalaku dan kupercepat langkahku agar tak menjadi salah tingkah. Yah, beginilah rasanya menjadi murid baru. Serba nervous.
>>>
Ternyata mereka baik. Ketika istirahat, aku seperti seorang selebriti yang sedang interview dengan para wartawan. Mereka ingin tahu apa saja tentang aku, di mana asalku, dan lain-lainnya. Dan Arya, dia anak yang baik. Anak laki-laki itu selalu men-support ku dan membuatku bersemangat dalam mengenal lebih jauh sekolah ini. Suasana sekolah swasta favorit ini sungguh asri dan tertata. Sekitar gedung terlihat banyak pohon yang membuat tempat ini terlihat teduh, serta sepeser pun aku tak melihat sampah. Hah, aku jadi malu sendiri. Aku sering membuang sampah sembarangan, dan tidak jarang aku sendiri juga terkena batunya. Aku sering kepleset sampah milik orang lain yang ada di depanku. Ah, tiba-tiba aku ingin shalat dhuha. Meskipun ini  sekolah umum, tapi benar-benar toleransi dengan hal ibadah. Di sebelah ruang perpustakaan dan ruang OSIS terdapat masjid cukup besar berarsitektur minimalis modern dengan sedikit sentuhan bangunan jawa. Aku ingin larut dalam cintaNya. Ia telah memberiku sejuta cinta dan hal-hal yang berharga di sini. Alhamdulillah ... 
>>>
6 September 2007 ...
Sepulang sekolah yang penat, aku berjalan kaki melewati rumah demi rumah di trotoar. Belaian asap ingin merebutku untuk ikut bergabung dalam pesta polusinya. Seseorang yang duduk-duduk di trotoar itu menarik perhatianku. Aku melihat seorang anak laki-laki berseragam biru-putih kira-kira sebaya denganku. Terlihat aura gelap yang tersimpan dalam muka pucatnya. Sepertinya anak itu memendam sebuah masalah. Ia pasti sedang kesepian. Aih, langit mulai meneteskan air matanya. Sayup-sayup kudengar suara rintihan hujan menggerutu dalam tabir awan. Aku harus segera pulang. Anak itu, dia masih tetap duduk di trotoar. Bajunya basah kuyup terguyur oleh derasnya hujan. Sungguh, anak itu menyimpan ribuan tanda tanya yang aku tak bisa mengerti apa yang ia pendam. Aku tak tahu. Besoknya, aku pergi ke sana sepulang sekolah. Dan anak itu, ia masih terdiam di trotoar seperti kemarin. Aku pun menghampirinya, tak peduli apabila aku disebut anak yang caper (cari perhatian) atau SKSD (Sok Kenal Sok Dekat). Perlahan-lahan aku menyapanya, “Hei ..”  Anak itu pun menatapku dengan pandangan gelap dan tajam. Akhirnya, ia membuka mulutnya, “He, kamu siapa? Ngapain kamu di sini?”  “Nggak, aku di sini cuman ngehabisin waktu siangku aja. Oh ya, kamu lagi nunggu siapa?” “Kamu gak perlu tahu! Kamu gak tahu apa-apa! Aku ..... Aku ...” “Ya sudahlah,  tapi aku mohon jangan sampai kau bersedih. Masa depanmu masih panjang. Maaf, kalau aku terlalu lancang.” “Tidak, kau tak tahu semuanya! Masa depanku sudah hancur! Arrgh ... bullshit! pergi kau!”     Anak itu pun mengusirku. Aku segera pergi dengan berlari agar anak itu tak bertambah marah. Ah, mungkin masalahnya sudah terlalu banyak dan berlarut-larut. Aku kasihan dengannya.  Seandainya kamu bisa lebih terbuka, mungkin duniamu bisa lebih cerah. Dan setiap masalah pasti ada penyelesaiannya.     Esoknya di sekolah aku mendengar anak-anak cewek menggosip. Sepertinya aku nyambung dengan obrolan mereka. “He, kalian tahu nggak? Kalau aku tiap pulang sekolah selalu ketemu drugger itu. Ia selalu duduk-duduk di trotoar depan Mall. Arghh .. Menjijikkan sekali! Sudah hidupnya hancur masih saja sekolah. Ckckck..”      Tunggu, cerita mereka mirip sekali dengan anak lelaki yang kemarin kutemui. Gak nyangka, ternyata kisah anak misterius yang kutemui di trotoar jalan itu banyak yang tahu. Akhirnya aku pun bertanya lebih lanjut ke anak-anak cewek dan mereka memberi tahu bahwa namanya Mark dan tinggal di perumahan elit dekat tower. Fiuhh, aku lega. Akhirnya aku tahu identitasnya. Rumah melambung dalam harian angin .. Yang kurasa peluh meringkih dalam syairNya .. Andai pintu tersepuh oleh elusan lembutnya .. Takkan ada awan gelap menyambar untuk menghambat masa depan .. Takkan ada penutup buta bersarang dalam relungan kalbu dalam ..
>>>
Hari Sabtu yang sunyi,
    Hari ini tidak ada yang spesial. Aku merasa bahwa akhir-akhir ini kesepian telah menyelimuti diriku. Teman-temanku telah meninggalkan aku keluar kelas. Tak ada yang mengajakku bicara walaupun rasanya kalau dibayangkan terlihat sepele. Aku sebagai murid baru haruslah berusaha untuk lebih akrab dengan mereka. Yah, sudahlah. Mungkin aku berpikiran seperti ini hanya karena habis mengerjakan ulangan harian yang pusing. Tapi jujur, aku juga makhluk sosial yang butuh teman untuk bisa saling berbagi dalam suka maupun duka, solid, dan bisa membantu dikala temannya tersebut ada masalah. Ah, please help me, God. I’m alone here ... I need a friend ... Tingkahku di kelas seperti orang gila. Aku duduk di pojok kelas sambil mencorat-coret kedua lenganku dengan coretan yang berisi kekesalanku. Tatkala aku sudah tak tahan lagi, aku menuju ke masjid untuk bermunajat kepadaNya. Dikala shalat, tiba-tiba aku kepikiran dengan Mark.  Sepulang sekolah, aku segera menuju ke trotoar depan mall itu dan menemui anaknya. Akhirnya kudekati dan kupanggil anak itu, “Mark, tunggu!” Sontak anak itu langsung berlari dengan kencang untuk menghindari aku. Kami pun berkejar-kejaran di siang yang terik ini. Sial, aku kalah cepat dengannya. Ya Allah, kenapa begini? Aku ingin punya teman dalam kesendirianku ... Aku ingin menemaninya dalam dunia kelamnya ... Lean on me ... Arya, jika kamu masih hidup, pasti aku masih bisa menceritakan masalah ini ke kamu. Kini, aku hanya bisa menceritakan masalahku hanya ke Allah saja. Allah, apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus membiarkannya begitu saja tanpa ada yang harus kuperbuat? Aku bingung. Di usia remajaku ini mengapa aku sering mendapat masalah? Akhirnya aku tidak tahan lagi. Aku segera menceritakan semuanya tentang masalahku ini kepada seorang temanku di kelas VIII-B yang bernama Cleydd. Aku selalu akrab dengannya dikala kesepian maupun dalam keadaan biasa-biasa. Ia pun menyarankanku untuk segera ke rumah Mark malaupun nanti keadaan yang tidak mengenakkan akan terjadi. Akhirnya sore hari aku pun pergi ke rumah Mark. Di tengah perjalanan, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Ada 2 orang berjalan mengikutiku. Saat itulah, aku langsung berlari dan mereka ternyata juga ikut berlari. “Ya Allah, apa yang harus kulakukan?” Gumamku. Sayang, mereka berlari lebih cepat. Dan ... “Arggh...Lepasin aku! Tolong! Tolong!”  “Hei, diam kau!” “Aaaah... Tidak mau!” “Sudah, diam!” Mereka pun membiusku. Aku pun melayang ke alam bawah entah tak menentu. Rabb, apa yang harus kuperbuat? >>> Sayup-sayup aku membuka mata. Ruangan apa ini? Terasa sempit dan pengap. “Hatsyiii!” Aku pun bersin-bersin. Tiba-tiba kedua orang yang menculikku tadi mendatangiku. Hah, apa yang mereka lakukan? That’s unpredictable! Mengapa mereka memberiku minuman sedangkan status mereka itu sebagai penculik? Aku meminumnya dan mereka menceritakan bahwa mereka disuruh oleh Mark. “Adli, kami disuruh oleh Tuan Mark untuk menculikmu hingga kami bawa ke ruangan ini. Kami tak tahu mengapa Tuan Mark menyuruh hal tersebut. Tapi tampaknya antara kalian berdua ada permasalahan.” Mendengar seperti itu, aku tak berkomentar apa-apa. Hmmm ... Tiba-tiba Mark datang. Ia langsung berteriak, “Adli, kamu tahu mengapa aku seperti itu?! Aku seorang pemakai dan penjual narkoba! So pasti masa depanku hancur. Tapi, lihat dirimu! Kau seorang remaja yang sehat dan punya banyak teman. Kau seolah tak punya beban berat dan tak kesepian. Kau ... Kau ... Kau akan mengalami seperti aku!” “Apa maksudmu, Mark? Aku tak mengerti?” “Dasar bodoh! Apa kau tak tahu bagaimana rasanya kesepian, hah? Pasti sangat menyakitkan! Apa kau tahu mungkinkah ada teman yang mau berteman denganku?” “Mungkin, itu aku! Asal kau mau berubah aku sanggup menjadi temanmu. Aku juga merasa kesepian walaupun punya banyak teman.” Akhirnya Mark diam juga. Tiba-tiba ia memberiku sebuah minuman dalam botol dan aku disuruh untuk meminumnya. Aduh, kenapa ini? Setelah meminumnya, aku pun pusing. Mark tertawa terbahak-bahak dengan gayanya yang aneh, “Hahahahaha! Kamu memang anak yang goblok! Lihat itu, itu arak yang kamu minum! “Apa yang kamu lakukan, Mark!!! Kau mau membunuhku?” “Shit! Sudahlah! Bodyguard, bawa keluar anak bangsat ini dari sini!”     Aku dibawa keluar sampai ke pinggir jalan raya. Jalanku sempoyongan dan kepalaku masih pusing. Akhirnya kuputuskan untuk naik angkot walaupun  harus menahan rasa sakit. Aku tak menyangka, ternyata anak itu sudah masuk di status “DANGER”.
>>>
    Dunia ... Hari ini aku bersekolah dengan keadaan lunglai. Huh, sepulang dari ‘tempat hitam’ itu aku langsung muntah-muntah. Gak ada yang dapat harapan di tempat itu. Namun, tabir kelabu masih membahana dalam keranda anarkis yang melambai ketakutan akan sanubarinya.     Oweal temanku ingin meminjam catatan pelajaran IPS kepadaku.  “Hei, Ad. Aku pinjam catatan IPS-mu donk! Boleh gak?” “Boleh, ambil aja di tasku” Oweal pun mencari buku catatan IPS di tasku. Anehnya, ia tiba-tiba berteriak dengan kencang. “Aaaahh..!” Ironisnya, ia menemukan 3 bungkus berisi bubuk putih, selang kecil, dan korek api di dalam tasku. Ia tiba-tiba menuduhku sebagai seorang ‘pemakai’ yang selama ini selalu disembunyi-sembunyikan. Aku pun tak percaya dan dia memberikan bukti yang seakan aku tak percaya melihatnya.  “Brengsek! Selama ini kau selalu memakai barang haram ini??! Apa maksudmu hah?? Kau yang selama ini dikenal sebagai anak yang alim dan berjiwa sosial, ternyata anak yang bejat dan sok sial!!! “Demi Allah, Weal. Aku gak tahu apa-apa! Swear. Aku bukan seorang pemakai yang kau sebut seperti itu. Aku gak pernah dan gak akan pernah pake barang tersebut. Please, Weal. Percaya sama aku.” Ujarku sambil memelas kepada Oweal. Oweal pun menyebarkan hal ini kepada seluruh penghuni kelas. Sampai-sampai wali kelas juga tahu. Sontak, ketika waktu istirahat telah tiba, aku dipanggil ke ruang guru untuk menghadap wali kelas. Ya Allah, cobaan apa lagi ini?  “Adli, apa ini? Kau seorang pemakai?” tanya Pak Onshu, wali kelas VIII-C sambil menunjukkan barang tersebut. Aku menjawab, “Ya pak, saya tahu, itu barang haram. Tapi demi Allah pak, saya tak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba saja ada di situ.” “Oke, Bapak terima argumentasimu. Tapi ingat, kamu masih dalam ‘daftar merah’ karena kasus ini masih belum selesai. Sekarang, silakan kembali ke kelasmu.” “Baik, terima kasih, Pak” jawabku dengan tenang sambil pergi menuju ruang kelas. Ah, aku bingung apa yang harus aku lakukan. Sesampai di kelas, teman-teman memandang sinis ke arahku semuanya. Ya Rabb, mengapa masalah ini tambah berat? Aku mohon, rabbi yassir, wala tu’assir ... Mereka seolah-olah menganggapku memang terbukti salah dan harus dijauhi. Hmmm.... I need a friend ... I’m alone here...

>>>
    Teman-teman sudah mutlak memusuhiku. Aku sudah tak punya teman lagi sepeserpun. Mereka mencaciku tiap berpapasan denganku atau menutup hidung tiap bertemu denganku. Ya Allah, aku tak tahan dengan ini semuanya. Aku ingin mengakhiri hidupku dengan bunuh diri. Lekas aku mengambil racun tikus dan ingin segera menelannya. Tapi, astaghfirullahal adzim, apa yang telah kulakukan? Aku telah melanggar larangan Allah. Ya Allah, maafkan aku yang telah mencoba untuk bunuh diri. Tapi terima kasih, Ya Allah. Engkau telah mengingatkanku.
>>>
Seminggu kemudian ...
Aku larut dalam pembelajaran di kelas. Sudahlah, lupakan saja masalah kelammu, Adli. Aku harus membuka kehidupan baru dan mengubur peristiwa buruk di masa yang lalu. Namun, peristiwa baru nampaknya terjadi. Polisi datang ke kelasku bersama Pak Onshu. Ia minta izin pada guru yang mengajar di kelas untuk membawaku. Masyaallah, apa lagi ini? Akhirnya, aku pun pergi dengan dihiasi pandangan tajam seluruh temanku di kelas dan suara jantungku yang amat berdebar-debar. Astaga, apakah aku akan dipenjara? Tidak, aku tidak mau! Masa depanku masih amat panjang. Cita-citaku masih belum kugapai. Tapi, ya sudahlah..     Akhirnya aku, Pak Onshu, dan polisi tersebut bergegas menuju mobil. Aku diam saja dengan memendam rasa ketakutan yang dalam. Ya Rabbi.. Sallimni..      Sesampai di kantor polisi, aku diberitahu oleh polisi tersebut, “Nak Adli, kamu tidak perlu takut. Saat ini kamu dalam perlindungan polisi. Mengenai bukti barang-barang haram tersebut, kami mohon keteranganmu untuk membuka kebenaran selama ini. Apa kamu mau?”     “Ya pak, sama mau” dengan runtut dan jelas, aku menceritakan dengan detail mulai peristiwa aku bertemu dengan Mark sampai kejadian sabu-sabu dalam tasku minggu kemarin.     “Nak, ceritamu sungguh mirip dengan kasus di kota ini, yaitu kasus sarang narkoba yang masih sekarang belum bisa dilacak. Sekarang, kau bisa beritahu tempatnya?” “Insyaallah, pak. Saya bisa memberitahu. Sebaiknya sekarang saja supaya cepat terbongkar.” “Baiklah.”     Singkat cerita, kami pun menuju markas narkoba yang di situ juga terdapat Si Mark. Ah, aku tidak menyangka, Mark telah menjadi buronan para polisi.     Dan ... “Jangan bergerak! Diam semuanya! Kalian sudah terkepung!” Mereka mencoba kabur. Tapi sayang, rencana tersebut gagal karena kalah jumlah personil. Yah, akhirnya mereka ditangkap dan aku bebas dari tuduhan pemakai barang haram. Alhamdulillah ..     Tapi, aku masih kasihan dengan Mark. Seorang Lonely boy yang salah pergaulan sehingga ia mendapat kurungan akibat perbuatan tak terpujinya.
>>>
    Sesampai di sekolah, aku di sambut dengan teman-temanku. Aku senang sekali. Akhirnya mereka care denganku. “Dli, maafin kami ya, udah nuduh kamu sebagai seorang ‘pemakai’. Kamu mau gak maafin kita-kita? “Mau, kalian memang teman yang baik.”     Akhirnya, aku pun berbahagia dengan keadaanku ini. Allah telah memberiku happy ending di jalur masalahku yang rumit ini. Ya Allah, bahagiakan kami juga di akhirat kelak, sebagaimana Engkau telah membahagiakan kami di dunia sekarang. Terima kasih, Allah. Terima kasih semuanya. Terima kasih, Mark.
-THE END-  http://cdn.content.sweetim.com/sim/cpie/emoticons/000203FA.gif

Tidak ada komentar: